Buah Bibir
( dan jadikanlah aku buah tutur
yang baik baik orang- orang (yang datang) kemudian ). QS, 26 : 85.
Semua
yang memiliki jiwa pasti akan mati. Jika sudah saatnya tiba maka dimanapun ,
kapanpun, bagaimanapun keadaan kita, kita tidak akan bisa mengelak dari kematian.
Ada yang sebelum ajal sudah sakit berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun,
ada yang sedang enak-enak istirahat di rumah tiba-tiba gempa dan ia harus
meninggal karena tertimpa reruntuhan rumahnya. Ada pula yang mati kecelakaan di
jalan bukan sebab dia melanggar peraturan akan tetapi karena ditabrak dari
belakang. Begitulah, penyebab kematian memang bermacam-macam, terkadang karena hal sepele yang tidak pernah
kita bayangkan dan kita duga sebelumnya.
Kematian
adalah sebuah keniscayaan. Semua dari kita tinggal menunggu giliran. Akan tetapi
naluri manusia ingin hidup lebih lama bahkan kalau bisa hidup 1000 tahun lagi. Alquran
menceritakan bagaimana Nabi adam as terpaksa harus turun ke bumi untuk menebus
kesalahannya setelah memakan buah khuldi
karena terpedaya dengan iming-iming dari iblis agar bisa hidup kekal, bahagia
selamanya di surga. Maka bisa dikatakan menunggu giliran kematian adalah
kebalikan dengan jika kita mengantri berobat di dokter. Orang berobat ke dokter terutama yang sakit parah
dalam hatinya tentu ingin mendapat nomer antrian awal agar bisa segera
mendapatkan penanganan kesehatan.
Kematian
merupakan gerbang yang harus dilalui untuk memasuki kehidupan akherat. Untuk
menuju gerbang ada yang namanya kehidupan dunia. Kehidupan dunia hanyalah
sementara. Kehidupan dunia dibatasi oleh waktu. Waktu dimana ajal menjemput
kita, tak peduli kita mau atau tidak. Karena terbatas waktu maka kita tidak
bisa berleha-leha. Semua agama mengajarkan kepada umatnya untuk melakukan hal
terbaik dalam hidupnya. Hal terbaik yang dimaksud adalah hal prilaku dan
perbuatan. Dunia adalah tempat bercocok tanam untuk memanen hasilnya di akherat
kelak. Apa yang kita tanam ? yang kita tanam adalah prilaku, perbuatan, sikap. Perbuatan/sikap
terhadap diri sendiri, sesama mahkluk dan perbuatan/sikap kepada Sang Khalik.
Semua itu biasa disebut dengan amal. Sebagaimana
bercocok tanam tanaman seperti padi, sayuran dan lain sebagainya yang harus
memperhatikan aturan dan tata cara agar mendapatkan hasil panen yang
berkualitas dan melimpah maka bercocok tanam amal juga demikian adanya. Dan semua
aturan serta tata cara dalam beramal
sudah diterangkan dalam agama.
Aturan-aturan tersebut harus kita patuhi supaya amal yang kita perbuat
selama di dunia tidak sia-sia alias “tiwas kloro-kloro hasile ora ono”.
Hal
penting lain yang perlu kita camkan adalah bahwa apapun perbuatan yang kita
lakukan semasa di dunia pasti sedikit banyak akan terekam dan tercatat oleh
orang-orang disekitar kita. Mereka akan membicarakan hal yang baik-baik tentang
kita jika di mata mereka kita selalu berbuat kebaikan, tetapi sebaliknya jika
kita sering atau selalu melakukan perbuatan tercela dan bahkan menyakiti mereka
maka tentu mereka akan menjadikan kita sebagai obyek pembicaraan yang tidak
baik. Apabila pembicaraan yang buruk itu terjadi berulang-ulang dan terus
menerus hingga mencapai beberapa generasi atau bahkan tidak terhenti sampai
kiamat maka alangkah ruginya kita. Naudzubillah min dzalik. Apalagi ternyata persaksian
orang lain terhadap prilaku kita di saat kita meninggal juga memiliki dampak
bagi kita. Dampak yang akan kita terima di alam berikutnya.
Maka,
ketika kita meninggal, ketika maut sudah menjemput kita, tidak penting apa
tulisan yang ada di nisan kita, sesungguhnya yang lebih penting adalah apa
perkataan generasi sepeninggal kita tentang diri kita. Semoga kita bisa, amin.
Sidorejo, Tuban, 5 April 2015
By. Atin5757
Silahkan berkomentar
Post a Comment