Saat Kehadiran Anak Adalah Ujian
Tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran anak membawa kebahagian tersendiri bagi
keluarga. Anak adalah harapan, anak bisa menjadi lambang pretise, anak adalah
wujud dari cinta kasih sepasang suami istri. Setiap orang yang sudah menikah hampir 100%
tentu menginginkan kehadiran seorang anak. Kehadirannya sangat diharapkan,
sehingga jika antara 3-4 tahun mereka belum melihat tanda-tanda hadirnya anak maka pasangan suami istri akan
berupaya lahir batin baik secara medis atau non medis hanya agar memiliki anak.
Mempunyai anak memang anugerah tapi sebenarnya juga ujian. Jika selama
bertahun tahun ada keluarga yang merasa di uji karena belum memiliki anak, lalu
begitu penantiannya berhasil mereka menganggap ujian mereka sudah berakhir. Hal
itu keliru. Justru kehadiran anak adalah
ujian yang sebenarnya. Ujian baru yang harus kita jalani. Kita di uji tentang
bagaimana mendidik anak, bagaimana merawat anak-anak dengan kasih sayang, bagaimana
menghadapi karakter anak yang berbeda, bagaimana kita bisa turut mengantarkan
anak-anak menjadi pribadi yang tangguh dalam menjalani kehidupannya kelak,
bagaimana kita turut mendampingi anak-anak berproses menjadi insan kamil. Anak-anak kita yang notabene adalah amanat
Allah .
Ada hal pokok yang perlu digarisbawahi selama kita menjadi orangtua.
Bahwa mendidik anak tidak semudah membalik telapak tangan. Semua itu butuh
proses, dan dalam proses seringkali tidak sesuai yang kita harapkan. Kita
membayangkan anak kita akan tumbuh dan berkembang dengan baik dan optimal. Kita membayangakan
kita akan mudah mendidik anak-anak sehingga anak-anak bisa menjadi anak yang
santun, hormat kepada orangtua, rajin, berprestasi tinggi dan sebagainya.
Akan tetapi kenyataan tidak seindah harapan. Seringkali harapan kita jauh
melenceng sehingga muncullah istilah anak “nakal”, anak “kurangajar”, atau
istilah-istilah yang lain. Yang senada tapi semua mengarah kepada kesalahan
anak semata.
Dan karena menjadi orangtua tidak ada pendidikan formalnya, tidak
dipelajari dibangku sekolah maka seringkali orangtua memilih atau mengambil
cara-cara yang salah dalam mendidik anak yang dianggap”nakal”. Padahal
cara-cara yang salah dalam mendidik anak akan
turut menjadikan oranngtua
sebagai pelaku yang telah
menjerumuskan anak dalam masa depan yang suram.
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperbincangan dengan pasangan agar
ada kekompakan dalam hal pengasuhan dan pendidikan anak terutama anak-anak yang
dianggap “nakal”.
1.
Memberi nasehat dengan bahasa cinta
Ungkapkan nasehat kita dengan bahasa cinta. Yaitu
menasehati tanpa menghakimi. Karena menghakimi tidak akan menyelesaikan masalah
apalagi jika disertai dengan nada yang tinggi dan penuh rasa kekesalan. Ingat,
mereka masih anak-anak. Pikiran dan perasaa mereka berbeda dengan orangtua.
Bicaralah dengan rasa kasih, komunikasikan dengan
penuh kehangatan, karena apa yang dianggap prilaku yang meyimpang oleh orang
dewasa bisa jadi adalah hal yang biasa bagi anak-anak. Carilah akar masalahnya,
selidiki sebabnya karena prilaku
menyimpang anak-anak hampir semuanya adalah akibat bukan sebab.
2.
Tidak memberikan label buruk
Se”nakal-nakalnya” anak jangan sampai kita orang tua
memberi label jelek pada anak-anak. Jangan sampai dari mulut orangtua keluar
kalimat “ kamu anak nakal”, “kamu memang bodoh”, “kamu benar-benar bengal”,
dll..
Pelabelan yang buruk pada anak akan berdampak pada
anak. Jika pelabelan jelek seringkali dia dapatkan maka bisa jadi label itu
akan melekat pada pikiran dan hatinya sehingga si anak menganggap dia memang
bodoh, dia memang nakal. Dan tentu saja hal tersebut akan merusak masa depan anak.
3.
Hypotherapi ( hypnosleep)
Hypnotherapi adalah salah satu cara yang bisa dipakai
oleh orangtua yang anak-anaknya
berprilaku menyimpang. Saya tahu dengan hynotherapi dari membaca buku Hypnotherapi
For Children karangan Adi W Gunawan. Dalam buku tersebut disampaikan bahwa salah
satu cara hypnoterapi adalah hypnosleep.
Hypnosleep adalah kondisi hipnosis yang terjadi atau
dicapai saat subyek dalam kondisi tidur. Dari baca-baca kemudian saya mempraktekkannya walau hanya sebatas yang saya
bisa, dengan cara yang sangat sederhana dan tidak sempurna seperti teknik
hypnosleep di buku tapi alhamdulillah
berhasil.
Jika anda ingin mencoba tapi belum pernah inilah
caranya :
1)
Tunggu saat anak dalam posisi tertidur pulas
2)
Dekati anak dengan hati- hati
3)
Bisikkan ke telinga anak kata-kata sugesti yang ingin
kita sampaikan dengan lembut tapi tegas.
4)
Sugesti yang diberikan menggunakan kalimat positip.
Misalnya kamu adalah anak yang rajin sekolah, kamu adalah anak yang taat kepada
orangtua, dst.
5)
Kalimat sugesti diucapkan berulang, bisa 5 kali atau
lebih.
6)
Lakukan secara kontiyu tanpa putus asa.
4.
Memberi hukuman yang mendidik
Hukuman kekerasan seperti memukul, mencubit,
menghardik, mencela dan lain-lain pada anak hanya anak meninggalkan jejak
kekerasan di pikiran dan hati anak. Kekerasan yang diterima kemudian bisa
dilampiaskan kepada orang lain di lain waktu. Bisa juga kelak saat anak menjadi
orangtua dia akan menerapkan hal yang sama pada anaknya. Maka secara tak
sengaja akan terjadi mata rantai kekerasan
pada beberapa generasi. Kita
tidak ingin itu terjadi bukan ?
Hukuman yang mendidik sebenarnya lebih banyak dan
lebih variatif dibanding hukuman kekerasan.
Bisa dengan cara anak disuruh menuliskan kata-kata seperti aku anak yang rajin, kalimat istighfar, shalawat nabi, pengurangan
jam menonton tv, ikut membantu membersihkan rumah, dll.
5.
Berdoa secara khusus
Bisa dilakukan dengan cara membaca surat alfatihah
setelah sholat ditujukan kepada masing-masing anak dengan harapan anak akan
lebih lembut hatinya dalam menerima nasehat dan menerima kebenaran.
6.
Menjadi teladan bagi anak
Mulai dari diri sendiri. Itu motto yang harus
dipegangi oleh para orang tua. Jangan berharap banyak terhadap anak jika kita
tidak memberinya contoh atau teladan. Ketika kita menyuruh anak belajar dan
tidak menonton tv maka alangkah tepat
jika orangtua juga tidak menonton tv, bisa diganti dengan aktivitas yang
lain. Saat anak disuruh untuk bangun pagi maka orangtua juga harus berusaha
bangun lebih pagi.
Kenapa hal tersebut bisa terjadi ? karena anak adalah
seorang peniru yang ulung. Mereka akan lebih mudah meniru apa yang dilihat
(contoh) bukan yang didengar ( perintah). Jika apa yag dilihat (contoh) sama
dengan apa yang didengar (perintah) maka in sya Allah anak anak akan berprilaku
sesuai harapan orangtua.
7.
Pasrahkan kepada Allah swt
Berdoa-berusaha-berdoa. Tiga urutan aktivitas yang
harus kita lakukan selama menjalani
kehidupan. Dalam hal ini adalah masalah pendidikan anak. Setiap memulai pagi
marilah kita orangtua mendoakan anak-anak agar mereka diberi kesehatan jiwa dan
raganya sehingga tumbuh kembang anak bisa sesuai harapan. Kemudian dilanjutkan
dengan usaha lahir seperti memilihkan sekolah yang tepat, memberikan lingkungan
rumah yang sehat dan pola asuh yang tepat pula.
Jika dua hal di atas sudah
dilaksanakan dengan maksimal tapi hasilnya belum/ tidak sesuai harapan maka
jalann terakhir yang bisa dilakukan oleh orangtua adalah berdoa disertai kepasrahan total
kepada Allah swt. Karena semua hidup ini adalah ujian. Kita sebagai manusia
hanya menjalani dengan sebaik-baiknya.
Hasil dari semua proses yang sudah kita lakukan hanyalah hak prerogatif Allah
swt. Bahkan Nabi Nuh pun diuji Allah dengan kedurhakaan anaknya. Naudzubillah
min dzalik.
Sidorejo, 17 September 2015
Silahkan berkomentar
Post a Comment