Nafakhatin Nur - Jejak Rasa dan Pikiran

Saat Kehadiran Anak Adalah Ujian


Tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran anak membawa kebahagian tersendiri bagi keluarga. Anak adalah harapan, anak bisa menjadi lambang pretise, anak adalah wujud dari cinta kasih sepasang suami istri. Setiap orang yang sudah menikah hampir 100% tentu menginginkan kehadiran seorang anak. Kehadirannya sangat diharapkan, sehingga jika antara 3-4 tahun mereka belum melihat tanda-tanda  hadirnya anak maka pasangan suami istri akan berupaya lahir batin baik secara medis atau non medis hanya agar memiliki anak.
Mempunyai anak memang anugerah tapi sebenarnya juga ujian. Jika selama bertahun tahun ada keluarga yang merasa di uji karena belum memiliki anak, lalu begitu penantiannya berhasil mereka menganggap ujian mereka sudah berakhir. Hal itu keliru.  Justru kehadiran anak adalah ujian yang sebenarnya. Ujian baru yang harus kita jalani. Kita di uji tentang bagaimana  mendidik anak, bagaimana  merawat anak-anak dengan kasih sayang, bagaimana menghadapi karakter anak yang berbeda, bagaimana kita bisa turut mengantarkan anak-anak menjadi pribadi yang tangguh dalam menjalani kehidupannya kelak, bagaimana kita turut mendampingi anak-anak berproses menjadi insan kamil.  Anak-anak kita yang notabene adalah amanat Allah .
Ada hal pokok yang perlu digarisbawahi selama kita menjadi orangtua. Bahwa mendidik anak tidak semudah membalik telapak tangan. Semua itu butuh proses, dan dalam proses seringkali tidak sesuai yang kita harapkan. Kita membayangkan anak kita akan tumbuh dan berkembang  dengan baik dan optimal. Kita membayangakan kita akan mudah mendidik anak-anak sehingga anak-anak bisa menjadi anak yang santun, hormat kepada orangtua, rajin, berprestasi tinggi dan sebagainya.
Akan tetapi kenyataan tidak seindah harapan. Seringkali harapan kita jauh melenceng sehingga muncullah istilah anak “nakal”, anak “kurangajar”, atau istilah-istilah yang lain. Yang senada tapi semua mengarah kepada kesalahan anak semata.
Dan karena menjadi orangtua tidak ada pendidikan formalnya, tidak dipelajari dibangku sekolah maka seringkali orangtua memilih atau mengambil cara-cara yang salah dalam mendidik anak yang dianggap”nakal”. Padahal cara-cara yang salah dalam mendidik anak akan  turut menjadikan oranngtua  sebagai  pelaku yang telah menjerumuskan anak dalam masa depan yang suram.
Berikut ini adalah beberapa hal  yang perlu diperbincangan dengan pasangan agar ada kekompakan dalam hal pengasuhan dan pendidikan anak terutama anak-anak yang dianggap “nakal”.
1.      Memberi nasehat dengan bahasa cinta
Ungkapkan nasehat kita dengan bahasa cinta. Yaitu menasehati tanpa menghakimi. Karena menghakimi tidak akan menyelesaikan masalah apalagi jika disertai dengan nada yang tinggi dan penuh rasa kekesalan. Ingat, mereka masih anak-anak. Pikiran dan perasaa mereka berbeda dengan orangtua.
Bicaralah dengan rasa kasih, komunikasikan dengan penuh kehangatan, karena apa yang dianggap prilaku yang meyimpang oleh orang dewasa bisa jadi adalah hal yang biasa bagi anak-anak. Carilah akar masalahnya, selidiki sebabnya karena prilaku  menyimpang anak-anak hampir semuanya adalah akibat bukan sebab.
2.      Tidak memberikan label  buruk
Se”nakal-nakalnya” anak jangan sampai kita orang tua memberi label jelek pada anak-anak. Jangan sampai dari mulut orangtua keluar kalimat “ kamu anak nakal”, “kamu memang bodoh”, “kamu benar-benar bengal”, dll..
Pelabelan yang buruk pada anak akan berdampak pada anak. Jika pelabelan jelek seringkali dia dapatkan maka bisa jadi label itu akan melekat pada pikiran dan hatinya sehingga si anak menganggap dia memang bodoh, dia memang nakal. Dan tentu saja hal tersebut akan merusak  masa depan anak.
3.      Hypotherapi ( hypnosleep)
Hypnotherapi adalah salah satu cara yang bisa dipakai oleh orangtua yang  anak-anaknya berprilaku menyimpang. Saya tahu dengan hynotherapi dari membaca buku Hypnotherapi For Children karangan Adi W Gunawan. Dalam buku tersebut disampaikan bahwa salah satu cara hypnoterapi adalah hypnosleep. 
Hypnosleep adalah kondisi hipnosis yang terjadi atau dicapai saat subyek dalam kondisi tidur. Dari baca-baca kemudian saya  mempraktekkannya walau hanya sebatas yang saya bisa, dengan cara yang sangat sederhana dan tidak sempurna seperti teknik hypnosleep di buku  tapi alhamdulillah berhasil. 
Jika anda ingin mencoba tapi belum pernah inilah caranya :
1)         Tunggu saat anak dalam posisi tertidur pulas
2)         Dekati anak dengan hati- hati
3)        Bisikkan ke telinga anak kata-kata sugesti yang ingin kita sampaikan dengan  lembut tapi tegas.
4)         Sugesti yang diberikan menggunakan kalimat positip. Misalnya kamu adalah anak yang rajin sekolah, kamu adalah anak yang taat kepada orangtua, dst.
5)         Kalimat sugesti diucapkan berulang, bisa 5 kali atau lebih.
6)         Lakukan secara kontiyu tanpa putus asa.
4.      Memberi hukuman yang mendidik
Hukuman kekerasan seperti memukul, mencubit, menghardik, mencela dan lain-lain pada anak hanya anak meninggalkan jejak kekerasan di pikiran dan hati anak. Kekerasan yang diterima kemudian bisa dilampiaskan kepada orang lain di lain waktu. Bisa juga kelak saat anak menjadi orangtua dia akan menerapkan hal yang sama pada anaknya. Maka secara tak sengaja akan terjadi mata rantai kekerasan  pada beberapa generasi.  Kita tidak ingin itu terjadi bukan ?
Hukuman yang mendidik sebenarnya lebih banyak dan lebih variatif dibanding hukuman kekerasan.  Bisa dengan cara anak disuruh menuliskan kata-kata  seperti aku anak yang rajin,  kalimat istighfar, shalawat nabi, pengurangan jam menonton tv, ikut membantu membersihkan rumah, dll.
5.      Berdoa secara khusus
Bisa dilakukan dengan cara membaca surat alfatihah setelah sholat ditujukan kepada masing-masing anak dengan harapan anak akan lebih lembut hatinya dalam menerima nasehat dan menerima kebenaran.
6.      Menjadi teladan bagi anak
Mulai dari diri sendiri. Itu motto yang harus dipegangi oleh para orang tua. Jangan berharap banyak terhadap anak jika kita tidak memberinya contoh atau teladan. Ketika kita menyuruh anak belajar dan tidak menonton tv maka alangkah tepat  jika orangtua juga tidak menonton tv, bisa diganti dengan aktivitas yang lain. Saat anak disuruh untuk bangun pagi maka orangtua juga harus berusaha bangun lebih pagi.
Kenapa hal tersebut bisa terjadi ? karena anak adalah seorang peniru yang ulung. Mereka akan lebih mudah meniru apa yang dilihat (contoh) bukan yang didengar ( perintah). Jika apa yag dilihat (contoh) sama dengan apa yang didengar (perintah) maka in sya Allah anak anak akan berprilaku sesuai harapan orangtua.
7.      Pasrahkan kepada Allah swt
Berdoa-berusaha-berdoa. Tiga urutan aktivitas yang harus kita lakukan  selama menjalani kehidupan. Dalam hal ini adalah masalah pendidikan anak. Setiap memulai pagi marilah kita orangtua mendoakan anak-anak agar mereka diberi kesehatan jiwa dan raganya sehingga tumbuh kembang anak bisa sesuai harapan. Kemudian dilanjutkan dengan usaha lahir seperti memilihkan sekolah yang tepat, memberikan lingkungan rumah yang sehat dan pola asuh yang tepat pula.
 Jika dua hal di atas sudah dilaksanakan dengan maksimal tapi hasilnya belum/ tidak sesuai harapan maka jalann terakhir yang bisa dilakukan oleh orangtua  adalah berdoa disertai kepasrahan total kepada Allah swt. Karena semua hidup ini adalah ujian. Kita sebagai manusia hanya menjalani  dengan sebaik-baiknya. Hasil dari semua proses yang sudah kita lakukan hanyalah hak prerogatif Allah swt. Bahkan Nabi Nuh pun diuji Allah dengan kedurhakaan anaknya. Naudzubillah min dzalik.

Sidorejo, 17 September 2015



Silahkan berkomentar

Post a Comment