Gerakan Nitizen untuk Tuban Anti Hoax
![]() |
Akhir-akhir ini kita dikepung oleh hoax. Di mana-mana ada hoax. Di rumah, di
kamar sendiri, di pasar, di sekolah, di dapur, di pemerintahan, di komputer, di
hape, di koran dan di semua tempat serasa sesak dengan hoax. Sayang, dibalik
kehadirannya ternyata hoax sangat meresahkan. Masyarakat Indonesia yang
terkenal karakternya seantero dunia dengan sikap santun, ramah tamah,
toleransi, gotong royong, musyawarah dan sikap mulia lainnya seakan berubah 90
derajat. Masyarakat Indonesia menjadi sangat mudah tersulut emosi negatifnya.
Mereka lebih mudah marah, saling suriga, dendam dan saling menghujat. Dengan
kata lain sifat mereka berubah beringas Dan hoax pun menjelma menjadi monster
yang menakutkan. Sehingga sampai pada titik puncak di mana tanggal 29 Desember
2016 Presiden Jokowi dalam rapat terbatas menyatakan agar para pembuat hoax dan
penyebarnya harus ditindak dengan tegas. Adapun undang-undang yang digunakan untuk
menjerat mereka adalah ;
Peraturan Perundangan di Indonesia mengenai
penyebaran kabar bohong:
Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas
suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Undang Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
Pasal 14
(1) Barangsiapa, dengan menyiarkan berita
atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan
rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
(2) Barangsiapa menyiarkan suatu berita
atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan
rakyat, sedangkan la patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan
itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Pasal 15
Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak
pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia
mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau
sudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman
penjara setinggi, tingginya dua tahun.
Pada
undang-undang di atas, kata hoax tidak dengan lugas tersebut. Karena penggunaan
hoax pada masa pembuatan undang-undang memang belum dikenal dan digunakan
sebagai istilah. Ngomong-ngomong, sejak kapan sebenarnya istilah hoax mulai digunakan? Mengapa pula hoax harus
kita waspadai?
Berdasarkan penelusuran di website, kita akan menemukan fakta bahwa
hoax itu awalnya merupakan judul sebuah film drama Amerika pada tahun 2006 yang
terinspirasi dari novel otobiografi Clifford Irving dengan judul sama yaitu THE
HOAX. Akan tetapi, ternyata versi filmnya dianggap tidak sesuai bahkan
melenceng jauh dari novel yang diangkatnya sehingga film tersebut menuai
kecaman dari penulis novelnya. Clifford sang penulis yang diangkat sebagai penasehat
teknik film tersebut akhirnya memilih mengundurkan diri karena kecewa serta meminta agar namanya dihapus dari identitas film
tersebut. Sejak itu hoax muncul, digunakan di kalangan netter Amerika untuk
menunjuk kepada sesuatu yang penuh kepalsuan, kebohongan dan rekayasa. Bahkan
penggunaan kata hoax kemudian merambah kalangan netter hampir di seluruh belahan
dunia termasuk Indonesia.
Menurut kontennya, hoax sebenarnya bisa disamakan dengan gunjingan
atau desas desus yang sama sekali tidak berdasar. Bedanya hanya pada mediumnya
saja. Kalau gunjingan memakai medium lisan sedangkan hoax lebih pada medium
situs dan media sosial. Kedua medium itu memang sangat berbahaya jika tidak
digunakan dengan hati-hati dan bijaksana.
Hoax seringkali memang sengaja diciptakan oleh seseorang atau sekelompok
massa demi kepentingan mereka. Entah itu hanya sekedar ingin menciptakan
keresahan dan huruhara di kalangan masyarakat ataupun demi meraup keuntungan di
bidang politik dan ekonomi.
Adapun dalam penyebarannya, ada banyak faktor kenapa hoax
sepertinya semakin merajalela di kalangan masyarakat. Diantaranya adalah budaya
instant yang mulai merebak di zaman sekarang. Daya pikir dan kritis masyarakat
seakan menurun sehingga mereka begitu mudah percaya begitu saja dengan kabar
berita yang mereka terima. Apa yang terdengar, terlihat dan terbaca mereka
telan mentah-mentah tanpa ada upaya untuk menyaringnya terlebih dahulu. Dan tanpa
pikir panjang mereka pun dengan cepat segera menyebarkan kembali kabar yang
tidak jelas kebenarannya kepada pihak lain. Lucunya, adakalanya para penyebar
hoax justru merasa bangga, senang dan bahagia saat telah berhasil menyebarkan
hoax ke mana-mana. Hal itu adakalanya terpicu dengan iming-iming pahala kebaikan dan
surga yang memang sengaja dicantumkan dalam kabar hoax oleh si pembuat.
Hoax terbaru contohnya
seperti yang termuat dalam koran Radar Jawa Pos tanggal 14 Januari 2017. Sebuah kabar telah beredar di beberapa kalangan
anggota FPI Ciampea Bogor bahwa ada anggota FPI yang diculik dan ditusuk
perutnya. Hoax tersebut menyebabkan sekelompok oknum anggota FPI tersulut
kemarahannya dan memicu tindakan pembakaran gedung sekretariat GMBI di Bogor.
Sungguh, satu akibat hoax yang sangat berbahaya!
Karena hoax sudah terbukti bisa menghancurkan sendi-sendi
bermasyarakat dan bernegara begitu dasyatnya maka bukan suatu kebetulan jika
kemudian muncul Gerakan Masyarkat Anti Hoax yang dideklarasikan pada tanggal 7
Januari 2017 di 6 kota secara serentak yaitu Surabaya, Semarang, Wonosoba,
Solo, Bandung dan Jakarta.
Deklarasi anti hoax (Foto: Heldania
Ultri Lubis/detikcom)
Pemerintah Tuban dalam hal ini kepala Dinas Kominfo Bapak Ir. Hery
Pasetyo, MM menegaskan bahwa pemerintah daerah sangat mendukung gerakan masyarakat
anti hoax. Menurut beliau dalam situs resmi pemerintah kabupaten Tuban disampaikan,
masyarakat membutuhkan informasi yang berkualitas dan benar. Informasi yang
berkualitas dan benarlah yang akan mendidik dan mengembangkan kehidupan masyarakat
ke arah yang lebih baik. Berita-berita yang tidak sesuai kondisi faktual,
terang Hery, seharusnya dilenyapkan.
Dalam pengamatan beliau, situs dan media sosial di Kabupaten Tuban
tergolong kondunsif. Walau tidak dipungkiri ada juga yang sudah terkontaminasi dengan
berita hoax.
Maka mari kita sebagai bagian dari masyarakat kota Tuban mulai
lebih menjaga setiap perkataan maupun tulisan yang akan kita sebarkan kepada
orang lain. Mari kita turut ambil bagian dalam Gerakan Masyarakat Anti Hoax. Jangan
sampai perkataan dan tulisan kita menghancurkan sendi-sendi agama, berbangsa
dan bermasyarakat. Ingat pepatah : “mulutmu harimaumu” dan “ jarimu ular
berbisamu ”. Waspadalah...Waspadalah!
Silahkan berkomentar
Post a Comment